Jumat, 15 April 2011

Dampak Pendapatan Nasional Bagi Dalam Negeri dan Luar Negeri

Salah satu masalah strategis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini dan membutuhkan pemecahan secara tepat dalam usaha pemulihan ekonomi Indonesia adalah masalah utang luar negeri. Kegagalan Indonesia di masa lalu dalam mengelola utang telah menyebabkan sebagian masyarakat alergi terhadap utang luar negeri dan menganggapnya sebagai beban yang harus dibayar mahal. Besarnya utang luar negeri saat ini telah menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat luas. Adanya utang yang sangat besar tersebut merupakan suatu ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan kemandirian bangsa Indonesia jika tidak dikelola dengan baik.

Banyak kalangan yang mengatakan bahwa kondisi utang Indonesia sudah berada pada tahap krisis dan dan sudah sangat menghawatirkan sehingga mereka menghimbau kepada pemerintah agar tidak lagi melakukan peminjaman dana dari luar negeri. Bahkan issu utang luar negeri ini menjadi wacana kampanye para kandidat capres/cawapres 2009 lalu, Kekhawatiran masyarakat terhadap pembengkakan utang luar negeri ini di picu juga oleh issu ekonomi neoliberal (neolib) yang saat ini sudah masuk dalam ranah politik dan menjadi issu hangat dalam percaturan politik pilpres. dimana para pemegang kebijakan moneter Indonesia yang dituding beraliran neolib dan dekat dengan IMF dikwatirkan akan melakukan pinjaman luar negeri lagi.

Benarkah utang luar negeri Indonesia sudah begitu krisis dan mengkhawatirkan? Apa sesungguhnya neoliberalisme itu dan bagaimana kita seharusnya menyikapinya? Benarkah ekonomi neolib telah menggerogoti system ekonomi Indonesia yang sifatnya campuran? Tulisan singkat ini akan mencoba menguraikan pro kontra seputar utang luar negeri Indonesia tersebut serta ekonomi neolib .

2. Analisis

Neoliberalisme adalah kata lain dari “liberalisme baru”. Neoliberalisme selalu menghendaki agar aktivitas ekonomi dikelola oleh swasta dan kerap dianggap sebagai pendukung pasar bebas, ekspansi modal dan globalisasi Oleh karena itu, perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa hambatan perdagangan lainnya (tanpa regulasi ).Bentuk-bentuk hambatan perdagangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam perdagangan bebas): bea cukai, kuota, subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan peraturan anti-dumping, kurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih, karena semuanya itu adalah bantuan dari pemerintah sehingga seandainya hal ini berkurang berarti peran pemerintah juga berkurang.

Namun dalam perjalannya, konsep ekonomi neoliberal tidak dilaksanakan secara murni. Amerika serikat pun yang nota bene pendukung ekonomi neolib tapi tidak murni melaksankan ekonomi neolib.mereka tetap menerapkan proteksi dalam perekonomiannya. Terlebih lagi di Indonesia yang menganut perekonomian campuran antara mekanisme pasar dan campur tangan pemerintah. Indonesia dapat kita katakan masih jauh dari neolib, hal ini dapat kita lihat dari kehadiran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menjadi wasit bila terjadi monopoli. di Indonesia, justru peran pemerintah sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Badan-badan usaha pemerintah juga memberikan kontribusi yang cukup besar. Kalau pun mau dilihat dari peran Foreign Direct Investment (FDI) terhadap PDB, nilainya cukup kecil di Indonesia. Serta masih banyaknya subsidi yang dilakukan oleh pemerintah dan bantuan-bantuan lain seperti BLT sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM. Jika mengikuti aturan neolib, semua regulasi dan bantuan tersebut harus ditiadakan.
Neoliberal tidak dikehendaki oleh masyarakat karena dianggap akan menghacurkan perekonomian masyarakan dan menambah utang bagi pemerintah terutama di Negara-negara yang sedang berkembang. Namun, kehadiran ekonomi ini tidak akan dapat dibendung. Di Indonesia sendiri, saat ini pengaruh neoliberalisasi ekonomi sudah sangat terasa. Namun demikian kita patut bersyukur karena ekonomi liberal di Negara kita bisa di filter dan yang diliberalisasi hanyalah kegiatan ekonomi yang akan lebih efektif dan efesien jika ditangani oleh swasta. Privatisasi BUMN juga tak selamanya buruk. Dalam konteks korporasi, privatisasi justru dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas usaha (melalui peningkatan modal) BUMN, di tengah keterbatasan pemerintah untuk menyuntikkan tambahan modal. Dalam beberapa kasus, rakyat justru mendapatkan manfaat dari liberalisasi. Contoh, ketika sektor telekomunikasi belum diliberalisasikan, rakyat sangat dirugikan karena tarif telepon mahal, akibat monopoli Telkom dan Indosat. Setelah diliberalisasikan dan banyak perusahaan yang masuk ke telekomunikasi, kini tarif telepon menjadi lebih terjangkau. Jadi liberalisasi ekonomi tidak selamanya berdampak buruk tapi juga bisa mendatangkan manfaat serta bisa merangsang jiwa usaha seseorang. .

Jika kita melihat teori ekonomi Harold Domar, dalam model perencanaan dan pembangunan ekonomi, faktor yang paling dominan adalah investasi terutama investasi swasta. Menambah investasi berarti menambah utang. Semua Negara tak terkecuali negara maju pasti pernah berutang baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, kemajuan yang dicapai oleh Negara maju sekarang ini berawal dari utang. Utang ini diperlukan untuk membiayai pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebagai Negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan kapital yang besar untuk membiayai pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dibutuhkan investasi terutama oleh swasta. Investasi mampu memobilisasi dan mengalokasi dana, tenaga kerja baik antar daerah maupun antar sektor sehingga ada penyaluran faktor produksi yang efesien dan efektif agar tercapai produktivitas yang tinggi. Secara sederhana bisa dirumuskan bahwa pertumbuhan ekonomi berhubungan langsung dengan investasi dan berhubungan terbalik dengan incremental capital output ratio (ICOR) atau pertumbuhan = investasi/ICOR. ICOR mencerminkan efisiensi di dalam perekonomian. Semakin kecil ICOR, semakin sedikit tambahan modal yang dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tertentu. Jika kita mengasumsikan bahwa ICOR = 4, maka untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 7 persen dibutuhkan investasi sebesar 28 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jika target pertumbuhan dinaikkan menjadi 8 persen, maka kebutuhan investasi adalah 32 persen PDB.

Sejak republik ini berdiri, Indonesia sudah mulai melakukan pinjaman ke luar negeri. Seiring bertambahnya usia Negara, Utang pun ikut bertambah. Bila kita lihat trennya utang ini terus bertambah setiap tahun. tabel berikut memperlihatkan jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun ke tahun.

Tabel Perkembangan Utang Luar Negri Indonesia (US$ juta Dolar)
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (februari)
69 61.897 58.791 63.763 68.914 68.575 63.094 62.021 62.253 65.446 65.738

Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Depkeu

Seiring dengan peningkatan utang tersebut, kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan dan bunganya pun semakin bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini sangat mempengaruhi APBN Indonesia. Berikut daftar pembayaran utang dan bunganya setiap tahun.

Tabel Pembayaran Utang Luar Negeri (US$ juta Dolar)
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pokok 4.163 4.265 4.567 4.955 5.222 5.626 5.787 6.322 6.569
Bunga 2.946 2.879 2.748 2.632 2.463 1.330 2.255 2.277 2.213
Total 7.139 7.177 7.349 7.611 7.717 6.965 8.067 8.620 8.841

Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Depkeu

Komposisi dan struktur utang luar negeri Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami perubahan yang mendasar. Indonesia telah melunasi utang ke IMF pada tahun 2006 serta mengurangi utang ke badan multilateral lain seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan lembaga lainnya. Akan tetapi, proporsi utang luar negeri kita lebih banyak yang bersifat bilateral atau antarnegara, sehingga kebijakan penundaan ini harus dinegosiasikan langsung kepada negara-negara kreditor. pada akhir 2008 sampai awal 2009 nominal utang Indonesia kembali mengalami peningkatan

Kalau kita melihat secara nominal, utang luar negeri Indonesia memang terus mengalami peningakatan. Namun, secara nominal kita tidak bisa mengatakan bahwa utang luar negeri Indonesia saat ini meningkat karena keadaan tahun 1999 atau 2000 sangat jauh berbeda dengan kedaan tahun 2008 atau 2009, misalkan saja dari segi harga minyak dunia dan harga komoditi-komoditi yang lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah secara riil utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan atau tidak, kita dapat melihatnya dari Debt to GNP Ratio yaitu perbandingan/ ratio antara jumlah utang terhadap Pendapatan Nasional Bruto . Bila rasionya ≥30% maka utang dikatakan dalam keadaan krisis dan membahayakan bagi perekonomian Berikut tabel tentang Gross National Product Indonesia dan rasio utang terhadap Gross National Product.

Tabel perkembangan Gross National Product Indonesia, Utang luar negeri dan rasio utang luar negeri terhadap GNP
tahun GNP(Milyar Rupiah) Kurs(Akhir Desember) GNP(US$ juta dolar) Utang (US$ juta) Debt to GNP ratio
(1) (2) (3) (4) (5)
2001 1.684.280,5 10.400 161.950,05 58.791 36,30
2002 1.863.274,7 8.940 208.419,99 63.763 30,59
2003 2.045.583,5 8.465 241.651,92 68.914 28,52
2004 2.295.826,2 9.290 247.128,76 68.575 27,75
2005 2.774.281,1 9.830 282.225,95 63.094 22,36
2006 3.339.216,8 9.020 370.201,42 62.021 16,75
2007 3.949.321,4 9.419 419.293,07 62.253 14,85
2008 4.954.028,9 10.950 452.422,73 65.446 14,47

Berdasarkan tabel tersebut, pada tahun 2001 dan 2002 rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan Nasional Bruto Indonesia masih berada diatas 30%. Hal ini menunjukkan bahwa defisit APBN Indonesia sangat besar sehingga harus ditutupi dengan uang luar negeri dengan nominal yang sangat besar pula. Proporsi ini berbahaya bagi perekonomian dan pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan karena pemerintah akan terbebani dengan pembayaran utang tersebut sehingga hanya sedikit dari APBN yang digunakan untuk pembangunan. Tapi sejak tahun 2003 rasio utang luar negeri terhadap GNP sudah berada dibawah 30% dan kondisi ini terus mengalami penurunan hingga mencapai 14,47% pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah mampu mandiri yang ditunjukkan dengan perekonomian yang sudah semakin kuat dan ketergantungan terhadap utang luar negeri semakin berkurang.

Ukuran utang juga dapat dilihat dari debt service ratio (DSR) . DSR ini dapat dihitung dari perbandingan/ratio antara pembayaran bunga utang + cicilan terhadap penerimaan negara dari ekspor dikali 100% . Bila DSR <20% maka utang masih dapat dikatakan dalam kondisi aman karena ditopang dengan kemampuan untuk membayarnya. tapi bila DSR ≥ 20% maka utang dalam keadaan krisis. Berikut tabel tentang nilai ekspor, total pembayaran utang dan DSR Indonesia.

Table 3. perkembangan ekspor, total pembayara utang dan DSR Indonesia
tahun Ekspor(US$ juta dolar) Pembayaran bunga+ cicilan utang (US$ juta dolar) DSR((klm3/klm2)*100% )
(1) (2) (3) (4)
2000 62.124,00 7.139 11,49
2001 56.320,90 7.177 12,74
2002 57.158,80 7.349 12,86
2003 61.058,20 7.611 12,47
2004 71.584,60 7.717 10,78
2005 85.660,00 6.965 8,13
2006 100.798,60 8.067 8,003
2007 114.100,90 8.620 7,55
2008 136.760,00 8.841 6,46

Dari tabel tersebut, tampak bahwa DSR utang Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2002 DSR sebesar 12,86% tapi sejak tahun 2003 menurun menjadi 12,47% dan terus mengalami penurunan sehingga tinggal 6,46% pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan perkembangan ekspor Indonesia yang semakin meningkat sehingga berimplikasi pada kemampuan membayar utang luar negeri yang semakin baik. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan Indonesia untuk membayar utang luar negri semakin meningkat walaupun secara nominal utang tersebut juga mengalami peningkatan. Hal ini berindikasi bahwa perekonomian Indonesia sudah semakin kuat dan mandiri.

Jika kita perhatikan, pada tahun 2001 dan 2002 rasio utang luar negeri Indonesia melebihi 30% yaitu masing-masing 36,30% dan 30,59%. Ratio ini sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Namun. Jika dilihat dari DSR kurang dari 20% yaitu hanya sebesar 11,49% dan 12,86%, rasio ini tidak berbahaya bagi perekonomian. Jadi walaupun pada tahun 2001 dan 2002 rasio utang luar negeri terhadap GNP melebihi 30% namun Indonesia tetap memiliki kemampuan untuk membayar utang. Sejak tahun 2003 sampai 2008 bahkan hingga sekarang kemampuan membayar utang ini sudah diikuti dengan peningkatan GNP sehingga rasio utang luar negeri terhadap GNP semakin kecil.

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PARA KONSUMEN

Konsumen adalah mereka yang memilki pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar. Sedangkan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, menimbang , mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka dikenal dengan perilaku konsumen.

Dalam perilaku konsumen disebutkan kata menimbang dan mengevaluasi. Seseorang konsumen yang rasional pada waktu akan memutuskan pembelian suatu barang tidak didasari oleh emosi belaka namun terutama didasari pada suatu pertimbangan bahwa apa yang akan dibelinya memang memberikan tingkat kepuasan terbesar jika dibandingkan dengan barang lainnya. Tentunya ada

Seperti yang telah diketahui bersama kualitas barang bisanya mempunyai nilai tersendiri, Seorang bergaya hidup mewah bisanya tidak akan memperhitungkan harga untuk mendapat kepuasan, asalkan barang yang dianggapnya bagus dan bernilai ia kan membelinya sekalipun harga tinggi, contohnya artis-artis ibu kota yang dapat mengeluarkan ratusan juta rupiah hanya demi sebuah gaun,tas,sepatu dll.

Namun Indonesia termasuk Negara yang para rakyat yang notabene adalah konsumen utama adalah orang-orang yang sangat kritis akan harga barang konsumsi,teruatama barang kebutuhan pokok, hal ini dapat tercermin dari banyaknya demo-demo yang tercetus jika ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga. Ada kalanya hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat kondisi rakyat Indonesia diamna masih banyak meayrakan ekonomi menengah kebawah.

Adanya kenaikan harga terkadang memaksa konsumen tingkat menengah kebawah lebih memilih mengkonsumsi barang dengan harga rendah sekalipun barang konsumsi tersebut ‘kualitas dua’ , tak sedikit pula yang terpancing oleh akal bulus produsen yang memproduksi barang serupa dengan elemen yang lain,hanya terlihat sama diluar saja yang bisa disebut ‘barang bajakan’. Barang imitasi atau barang bajakan diketahui lebih laku dibandingkan barang asli. Dapar diambil contoh sepatu merek ‘adidas’ ,banyak sekali konsumen tergiur untuk membeli sepatu adidas imitasi dengan harga jauh lebih rendah dari sepatu adidas asli asalkan ada cap atau merek tertera disana sebagai nilai lebih baginya saat menggunakan sepatu tersebut,toh terkadang barang imitasi sulit untuk dibedakan dengan yang asli.

Kebiasaan konsumen membeli barang imitasi mungkin belum akan terasa dampaknya secara langsung jika masih diaplikasikan kepada barang-barang yang bisa dibilang ‘barang pakai’ atau pelangkap atau aksesories, seperti sepatu,pakaian dan sejenisnya. Namun masalah ini menjadi besar ketika konsumsi tersebut mulai merambah pangan. Tak bisa dipungkiri lakunya barang tiruan menggugah para produsen untuk menekan harga produksi dengan membuat barang tiruan, gilanya yang ditirukan adalah barang yang dikonsumsi langsung oleh manusia seperti makanan.

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PARA PRODUSEN.

Bagi produsen, kenaikan harga dapat berdampak baik bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila kenaikan harga menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju kenaikan harga, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, Kenaikan harga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga berhubungan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi , tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan kondisi seperti ini produsen harus mencari inisiatif untuk menekan harga produksi. Banyak dari para produsen yang akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual barang dagangannya, tetapi hal ini dapat berdampak menurunnya tingkat penjualan karena konsumen enggan membeli barang dengan harga tinggi, apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia yang warganya memiliki tingkat konsumtif tinggi namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata lain masyarakat akan cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah mungkin dan menomor dua kan kualitas.

Kenyataan semacam ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga ini dengan cara memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen kue yang memperkecil ukuran kue yang dijualnya sehingga tak perlu menaikkan harga jual kue tersebut dan dapat mempertahankan konsumen nya. Sekalipun mendapat protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi.

Tetapi tidak semua produsen dapat menggunakan cara tesebut, ambil contoh seorang produsen pakaian, mustahil baginya untuk memperkecil ukuran baju atau hanya menjual pakaian yang berukuran kecil saja. Sama halnya dengan produsen mebel , tak mungkin juga baginya memproduksi mebel,misal memperkecil ukuran kursi yang diproduksinya. Produsen-produsen barang semacam ini kebanyakan memilih untuk menggunakan bahan baku dengan kualitas “nomor dua” dimana biasanya bahan baku seperti ini memiliki harga yang lebih rendah. Sehingga para konsumen yang tidak mungkin membeli dengan harga mahal mau tidak mau akan membeli barang produksinya sekalipun barang tersebut berkualitas rendah.

Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua, karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk. Tingginya tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat barang-barang ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan besar-besaran yang menyebabkan langka nya barang-barang tersebut. Beberapa produsen seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-barang tersebut, bagai makan buah simalakama, dengan menakkan harga konsumen akan pergi satu-persatu namun jika tidak menaikkan harga mereka akan rugi besar. Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sayuran ataupun buah yang mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PEMERINTAH.

kita ketahui bahwa saat ini kenaikan harga menjadi hal yang wajar kita liat dalam sebuah negara, hal ini disebabkan karena pengaruh aspek nilai dagang export dan impor selain itu masalah yang terus mendapat perhatian dari pemerintah adalah masalah inflasi.
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.
Awalnya Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan tinggi yang selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.Pengeluaran ini dapat menimbulkan inflasi.
Ada kalanya tingkat inflasi meningkat tiba-tiba atau wujud akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspentasi pemerintah . misalnya efek dari pengurangan nilai uang yang sangat besar atau ketidakstabilan politik.Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat tingkatnya.Contohnya seperti pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral.
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Imbas Kenaikan Harga Cabai, Pekerja di PHK!

Akibat melambungnya harga cabai yang menembus sampai Rp80 ribu per kilogram (kg), membuat pedagang cabai memberhentikan karyawannya yang bekerja sebagai penggiling cabai.

Tak hanya itu, naiknya harga cabai tersebut berdampak pada kenaikan harga bahan pokok lainnya. Seperti yang dilakukan Erma, pedagang cabai di Pasar Nanggalo Padang, ia harus memberhentikan pekerjanya karena sejak naiknya harga cabai sudah sepi pembeli.

"Sebelum harga cabai naik, saya memberikan order kepada karyawan saya untuk menggiling cabai. Tapi sejak naik, pembeli cabai sudah berkurang, akibatnya saya hentikan ordernya untuk menggiling cabai,” katanya.

Biasanya, ia akan mengorder kepada karyawannya untuk menggiling cabai, di mana per satu kg akan diberi upah sebanyak Rp5.000-Rp8.000. Saat ini, dirinya pun tidak sanggup lagi mengorder cabai giling dan akhirnya harus mengambil alih menggiling cabai tersebut.

“Jangankan cabai giling yang dibeli cabai Bula saja sudah sepi pembelinya, itu makanya kita ambil alih menggiling cabai, cabai yang digiling itu adalah cabai yang berlebih setelah tak laku di jual. Biar tidak membusuk makanya kita giling,” ujarnya.

Sampai hari ini, harga cabai bertahan di Rp50 ribu per kg. Adapun dampak kenaikan harga cabai ini yakni beberapa harga bahan pokok lainnya juga naik mulai dari Rp2.000-Rp4.000 per kg.

Pendapatan nasional Masyarakat Indonesia Naik 13,9 Persen

Pendapatan Nasional Bruto (PNB) perkapita masyarakat Indonesia selama 2010 meningkat sebesar 13,9 persen dibanding tahun sebelumnya. PNB perkapita saat ini mencapai Rp 26,3 juta, atau setara dengan US$ 2.920,1.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan, Senin (07/01). "Penghitungan produk nasional bruto perkapita berbeda dengan penghitungan produk domestik bruto perkapita," kata Rusman.

Perbedaannya, pada penghitungan produk nasional bruto perkapita, mereka hanya menghitung pendapatan warga Indonesia. Sedangkan pada penghitungan produk domestik bruto perkapita, penghasilan warga asing yang bekerja di Indonesia juga turut dihitung.

Rusman menjelaskan, PNB perkapita masyarakat Indonesia pada 2010 besarnya mencapai Rp 26,3 juta atau US$ 2.920,1. PNB perkapita tersebut naik sekitar 13,9 persen dibanding tahun sebelumnya, yang besarnya Rp 23,1 juta atau US$ 2.267,3. Sedangkan PNB perkapita pada 2008 lalu besarnya Rp 20,7 juta atau US$ 2.165,5.

Nilai pendapatan nasional bruto perkapita tersebut lebih kecil dibanding pendapatan domestik bruto perkapita. Menurut Rusman, pada 2010, pendapatan domestik bruto perkapita mencapai Rp 27 juta atau US$ 3.004,9. Tahun sebelumnya, pendapatan domestik bruto perkapita hanya Rp 23,9 juta atau US$ 2.349,6.

Kenaikan Harga BBM Harus Jadi Pilihan Terakhir

Pemerintah masih 'labil' dalam mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM jenis Premium, mematok harga Pertamax di Rp 8.000 per liter atau melakukan pembatasan penggunaan BBM jenis Premium. Komisi XI DPR-RI memandang opsi untuk menaikkan BBM jenis Premium tidak perlu dilakukan kecuali dalam keadaan 'kepepet'.

Anggota Komisi XI DPR-RI Arif Budimanta mengungkapkan ketika opsi menaikkan BBM jenis Premium dilakukan alias menjadi opsi yang dipilih pemerintah maka hal tersebut dinilai sebagai kebijakan 'panik'.

"Jadi kenaikan harga adalah opsi terakhir, kalau kenaikan dijadikan opsi pertama yang dipilih berarti itu adalah kebijakan panik. Kalau pemerintah cermat dan hati-hati melakukan rekalkulasi anggaran APBN sebenarnya pemerintah tidak perlu buru-buru menaikkan harga BBM," papar Arif kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (8/3/2011).

Menurut politisi PDIP ini, kenaikan harga minyak dunia terhadap APBN dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu meningkatnya penerimaan, meningkatnya subsidi dan tergerusnya belanja modal. Hal lain, lanjut Arif pada sisi harga tentu saja kenaikan harga minyak akan berpengaruh terhadap stabilitas harga karena adanya tekanan inflasi.

Apakah opsi kenaikan BBM merupakan langkah yang harus dilakukan? Arif menuturkan, menaikkan harga BBM bisa dihindari dengan cara melakukan realokasi subsidi, belanja barang dan modal serta diintegrasikan dengan peningkatan penerimaan negara dari winfall profit akibat adanya kenaikan harga minyak internasional.

"Saat ini yang terpenting adalah strategi menaikkan daya beli masyarakat. Itu yang utama sekaligus diikuti menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Menaikkan harga BBM adalah pilihan terakhir apabila prasyarat utama itu telah dilakukan dan dikalkulasi dengan sangat cermat melalui proses konsultasi yang luas dengan masyarakat,"
jelasnya.

Dikatakan Arif, Menurut UU 10 tahun 2010 tentang APBN 2011, pemerintah memang diberikan keleluasaan untuk menaikkan harga BBM yang bersubsidi apabila kenaikan harga minyak Indonesia melebihi 10 persen. Atas dasar pertimbangan diatas, Arif menegaskan kenaikan harga minyak internasional harus disikapi dengan cermat dan hati-hati.

"Pemerintah pasti berpikir menaikkan harga BBM dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara. Penyelamatan anggaran menjadi krusial karena kemampuan belanja modal pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan menjadi harapan satu- satunya di tengah kelesuan perekonomian yang sedang melanda. Tetapi, kembali lagi
seluruhnya harus disikapi dengan cermat," kata Arif.

Seperti diketahui, pemerintah belum ambil sikap terhadap opsi rencana pembatasan BBM bersubsidi. Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah telah mendengarkan paparan dari tim pengkaji pembatasan BBM bersubsidi terkait aspek ekonomi apabila program tersebut diterapkan.

Ketua Tim Pengkaji Pembatasan BBM bersubsidi Anggito Abimanyu mengungkapkan, terdapat tiga opsi yang diusulkan pihaknya yaitu opsi pertama, kenaikan harga premium sebesar Rp 500 serta pemberian cashback untuk angkutan umum. Cashback ini diberikan karena angkutan umum memberikan pelayanan untuk masyarakat.

Opsi kedua, lanjutnya, menjaga harga pertamax pada level Rp 8.000 per liter, sehubungan dengan adanya migrasi pengguna premium ke pertamax dan opsi ketiga adalah penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali yang bukan hanya berlaku pada angkutan umum tapi juga motor.

Harga minyak mentah dunia memang terus membubung tinggi seiring krisis yang belum juga usai di Timur Tengah. Pada perdagangan Senin (7/3/2011), minyak light sweet pengiriman April naik 1,02 dolar menjadi US$ 105,44 per barel. Minyak Brent pengiriman April sempat melonjak ke US$ 118,50 per barel sebelum akhirnya surut ke US$ 115,04 per barel.

pendapatan nasional

Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665.alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.

Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional

Produk Domestik Bruto (GDP)

Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Produk Nasional Bruto (GNP)

Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.

Produk Nasional Neto (NNP)

Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement).

Pendapatan Nasional Neto (NNI)

Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung.

Pendapatan Perseorangan (PI)

Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment).

Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)

Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung.
Penghitungan

Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

Pendekatan pendapatan, pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran.

umus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :

g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%

g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB riil tahun kemarin

Contoh soal :

PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 ?

jawab :

g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%

Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.

Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.

halaman

Archives

About

Foto saya
SAYA SEORANG MAHASISWA YANG MASIH BARU DALAM DUNIA BLOG....mohon bantuannya...
Baca aja, di jamin fun and makin suka sama anime....!!!